"Kurikulum storytelling retreat ini kami bagi menjadi 3 bagian. Pertama, Kegiatan di dalam ruang kelas untuk merumuskan dan merefleksikan gerakan masing-masing peserta. Kedua, para peserta berinteraksi langsung dengan masyarakat desa untuk berlatih menarasikan kisah perjalanan aktivisme dan gerakannya. Ketiga, peserta dibawa jeda sejenak menikmati alam sebagai bagian dari refleksi dan self care. Kami percaya bahwa joy is an act of resistance, kegembiraan adalah bagian dari perlawanan. Jadi perjuangan dan aktivisme harus digerakkan dengan gembira". (Sakdiyah Ma’ruf)
Kami memilih TikTok sebagai salah satu medium potensial dan prioritas untuk menyuarakan isu sosial khususnya untuk menjangkau orang muda. Dalam waktu kurang dari 6 bulan, kami telah memproduksi puluhan konten, beberapa di antaranya mendapat perhatian luas (viral). Dampak dari konten viral tersebut ada dua sisi. Pertama, dampak positif yaitu menaikkan engagement dan followers akun TikTok @WeSpeakUpOrg secara signifikan. Kedua, serangan digital seperti body shaming, sexual harrasment, hate and violent comment, serta labeling dari pendukung fanatik dan buzzer.
Berawal dari kampanye tematik #AllYouCannotEat, WeSpeakUp.org menjalin kerja sama dengan media KBR. Kerja sama ini telah dilakukan antara lain melalui publikasi enam cerita tentang makanan lokal dari para Changemakers Alumni program We Create Change dan She Creates Change.
Cerita-cerita mereka dipublikasikan di microsite PlanetPlate dan di media sosial WeSpeakUp.org dan KBR.
Dalam kerja sama ini, kami juga berkesempatan menginisiasi podcast pertama kami, yang bertajuk POWER (Podcast with Changemaker). Episode pertama dan kedua telah direkam pada awal Desember 2024 dan direncanakan akan terbit pada awal tahun 2025.
Di episode pertama, kami mengundang Britania Sari untuk bicara tentang ber-kebun dari rumah dan memberdayakan masyarakat sekitar. Sementara itu, di episode kedua kami bicara tentang sampah makanan di Indonesia bersama Wilma dari Kota Tanpa Sampah.