Chipy, Pejuang Lingkungan dan Kesetaraan dari Maumere

Pertemuan daring We Create Change #2 diwarnai wajah-wajah segar dari berbagai provinsi di Indonesia. Untuk pertama kalinya dari Pulau Flores, seorang peserta lolos untuk mendapatkan fellowship ini. Silvy atau yang lebih karib disapa Chipy adalah seorang transpuan yang aktif mengikuti rangkaian program ini. Chipy lahir dan besar di Maumere. Menyadari bahwa dia berbeda dari kebanyakan kawan di lingkungannya tidak menyurutkan niat untuk berkontribusi terhadap lingkungan.

 

“Saya tidak suka dilihat sebagai orang yang berbeda terus menerus. Saya mau jadi pembawa perubahan. Saya mau mengubah lingkungan terdekat saya menjadi lebih baik,” katanya ketika kita berkesempatan berjumpa langsung di Maumere tahun 2023.

 

Chipy seperti juga mayoritas kawan-kawan transpuan berprofesi sebagai pekerja salon door to door. Di luar aktivitas produktif untuk mencari uang, dia banyak berinteraksi dengan kawan-kawan dan menjadi bagian dari Komunitas KAHE (komunitas seni berbasis di Maumere) dan Fajar Sikka (komunitas LGBTIQ+ dan kelompok rentan). Fajar Sikka diinisiasi oleh kawan-kawan transpuan tapi lebih fokus pada kelompok rentan, masyarakat adat, perempuan dan anak korban kekerasan, serta kelompok disabilitas. Di Fajar Sikka, Chipy masuk ke dalam divisi lingkungan karena dia memang memiliki perhatian lebih pada isu tersebut.

 

Dampak Krisis Iklim Terhadap Mata Pencaharian Transpuan

Masyarakat mungkin tidak menyadari sama sekali bahwa kerusakan iklim sangat berpengaruh terhadap transpuan yang mayoritas bekerja di sektor kecantikan.

Di Maumere para pelanggan salon dan perawatan kecantikan umumnya bermata pencaharian sebagai petani, nelayan, dan masyarakat adat. Mereka belum sampai di tahap menjadikan salon sebagai kebutuhan utama, akan tetapi jika ada kelebihan uang setelah panen, mereka memanjakan diri dengan memanggil jasa salon ke rumah.

Selain itu, acara-acara hajatan juga biasanya dilakukan setelah kesuksesan panen. Pada saat hajatan ini para pekerja salon juga panen rezeki. Namun karena hasil panen yang buruk, maka hajatan sering kali urung dilaksanakan. Atau kalau toh dilaksanakan, akan mengurangi anggaran untuk make up.

Dengan kerusakan iklim yang terjadi saat ini, dimana hujan tidak lagi dapat diprediksi, bencana alam tak terelakkan, maka dunia pertanian dan peternakan sangat terpengaruh. Hasil panen sangat berubah memang, tidak sebanyak di tahun–tahun sebelumnya.

Pada saat wawancara dilakukan di akhir tahun 2023, Chipy mengatakan bahwa hujan belum juga turun di Maumere dan sekitarnya. “Harusnya bulan-bulan ini sudah ada yang makan jagung muda, tapi sampai sekarang belum hujan juga. Kebun saja habis dibajak, kering duluan sebelum sempat ditanam. Tahun lalu juga sudah terjadi seperti ini. Tapi ini tahun paling parah,” ujar Chipy menjelaskan.

Menyadari kerentanan mata pencaharian mereka terancam karena perubahan iklim, Chipy dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Perwakas (Persatuan Waria Kabupaten Sikka) bergabung dengan Koalisi Kopi (koalisi kelompok orang muda untuk perubahan iklim). Koalisi Kopi ini dibentuk untuk berfokus pada lingkungan.

Ada tujuh komunitas yang bergabung di dalamnya yang memiliki kesepahaman bahwa ada banyak permasalahan di muka bumi ini yang merupakan dampak dari perubahan iklim. Selain tujuh komunitas tersebut, ada banyak orang yang menjadi relawan dan simpatisan Koalisi ini.

Sebagai anak bungsu yang dibesarkan oleh orang tua petani, Chipy melihat sendiri bagaimana perbedaan yang terjadi terhadap hasil panen di rumah ketika dia masih kecil dan saat ini.

 

Bagi petani tadah hujan seperti ayahnya, kepastian turunnya hujan adalah penting bagi keberlangsungan musim tanam. Meskipun dia tidak secara langsung meneruskan profesi orang tuanya sebagai petani, tetapi cerita-cerita tentang nasib para petani yang terdampak oleh kerusakan lingkungan membuatnya prihatin. Hal ini adalah salah satu yang juga memantapkan langkahnya untuk menjadi pejuang lingkungan dengan caranya sendiri.

 

Keindahan Maumere yang Makin Sirna

Maumere, tempat kelahiran dan tumbuh Chipy, terletak di Pulau Flores, dengan bentangan pantai yang luas dan alam yang sangat indah. Maumere sendiri berasal dari kata ma’u yang berarti pantai dan mere yang berarti besar. Sayangnya pantai yang seharusnya menjadi salah satu kebanggaan Maumere saat ini kondisinya memprihatinkan. Terutama pantai di bagian timur seperti Pantai Koka, Tanjung, Wairi’i, Wailiti, Weirterang dan pantai lainnya yang menjadi aset sasaran pariwisata di Kabupaten Sikka.

Plastik adalah sampah yang paling banyak mengotori dan mencemari pantai-pantai tersebut. Hal ini terjadi karena kesadaran masyarakat minim sekali terkait kelestarian lingkungan. Budaya buang sampah dan olah sampah masih kurang sekali.

Saat ini pemulung yang diandalkan oleh warga untuk membersihkan sampah mereka juga hanya mengambil sampah-sampah yang dibutuhkan, karena memiliki nilai ekonomi, seperti plastik botol minuman dan semacamnya. Tetapi sampah lain yang tidak dapat dijual akan dibuang kembali secara sembarangan oleh pemulung.

Pilihan masyarakat terkait pengelolaan sampah adalah membuangnya secara sembarangan, termasuk ke sungai dan pantai atau membakarnya. Masyarakat yang tidak paham dampak dari apa yang mereka lakukan selalu merespon dengan, “Baru mau bikin apa? Sampah kami simpan sampai menggunung. Baru kalau tidak dibakar, mau diapakan? Karena tidak ada truk yang muat kami punya sampah!” Sampai di sini biasanya langkah memang terhenti.

Karena kalau pemerintah memang tidak memberikan fasilitas perubahan perilaku terkait sampah, tidak juga ada edukasi terkait hal tersebut, maka memang sulit jika berharap masyarakat berubah.

Saat ini di Maumere kondisi terkait sampah memang sangat berantakan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Maumere terletak di puncak bukit di mana di bawahnya terbentang salah satu pantai di Maumere. Di sebelahnya ada perkebunan sayur, sementara di sisi lainnya terdapat tempat penampungan air atau semacam waduk kecil. Tidak ada pagar yang membatasi TPA dengan lingkungan lain yang seharusnya terjaga bersih dari sampah. Para pemulung juga bermukim di sekitar TPA bersama anak-anak mereka.

Sebenarnya Kabupaten Sikka pernah memiliki mesin pengolahan sampah tetapi alat ini tidak pernah digunakan. Ada dua tempat pengolahan sampah yang sampai saat ini masih mangkrak tidak berfungsi.

 

Mengubah Mulai dari Diri Sendiri dan Lingkungan Terdekat

Menyadari kondisi pemerintah yang seharusnya memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah tetapi masih belum berfungsi, maka Chipy dan kawan-kawannya memutuskan untuk berangkat dari lingkup yang lebih kecil. Diri sendiri, rumah sendiri, dan komunitas adalah sasaran terdekat mereka.

Kawan-kawan yang tergabung dalam Perwakas yang mayoritas bekerja di bidang kecantikan tanpa sadar hidup sangat dekat dengan sampah. Botol-botol atau kemasan bahan dan keperluan kecantikan yang digunakan kawan-kawan sebagian besar akan berakhir menjadi sampah. Ini artinya kawan-kawan pekerja sektor kecantikan juga memiliki andil besar terhadap masalah sampah di Maumere.

Perwakas menyikapinya dengan memberikan edukasi terkait bagaimana mengurangi dan mengelola sampah. Gerakan mengirimkan kembali kemasan sampo dan keperluan salon lain ke perusahaan produsen mereka untuk didaur ulang, telah dilakukan. Selebihnya, untuk kemasan yang kiranya memang tidak dapat didaur ulang, maka mereka belajar membuat karya-karya seperti hiasan rumah, kostum karnaval, dan sebagainya.

Kebiasaan membawa sendiri botol minuman dan tempat makan juga sudah dilakukan. Ini adalah perubahan sikap yang patut dirayakan, karena sebelumnya teman-teman Perwakas tidak peduli pada hal tersebut. Perubahan perilaku ini meskipun perlu dirayakan, tetapi harus dipastikan untuk menjaga kesinambungannya, karena saat ini belum banyak dukungan terkait pengisian ulang air minum. Tanpa fasilitas tersebut, membawa kemasan minuman saja tidak cukup, karena jika airnya habis dan diisi dari air minum dalam kemasan lagi, maka tujuan membawa botol minum sendiri menjadi tidak tercapai.

 

Perjuangan melawan krisis iklim, mempertahankan kelestarian lingkungan hingga saat ini masih diyakininya sebagai perjuangan panjang dan berat. Memastikan ada banyak teman seperjuangan adalah salah satu upaya untuk menguatkan diri, selain juga merayakan keberhasilan-keberhasilan kecil seperti perubahan perilaku antar mereka sendiri.

Di akhir wawancara, ketika ditanya apa yang menjadi harapannya terkait kondisi lingkungan, Chipy mengatakan bahwa dia ingin menjadi bagian dari perubahan ke arah yang lebih baik. Sementara harapannya yang lebih besar terhadap masyarakat, dia sangat ingin melihat masyarakat bisa menerima teman teman komunitasnya yaitu kelompok transpuan.

Saat ini menurutnya kondisi kawan-kawan transpuan ini diterima karena mereka masih bisa menghasilkan uang. Begitu mereka sudah tidak produktif atau tidak punya penghasilan, maka penerimaan juga berhenti. Dalam kondisi dimana diskriminasi masih terus dipelihara, maka mata pencaharian akan terbatas. Dengan kondisi iklim yang rusak dan memengaruhi mata pencaharian, maka nasib transpuan benar-benar dalam kondisi terpojok.

Dengan menerima transpuan sebagai manusia yang setara dengan manusia lain, maka ruang untuk mencari nafkah menjadi lebih luas dan semua orang bisa bahu-membahu menyelesaikan masalah terpenting saat ini menurutnya, yaitu masalah iklim.

Lihat artikel lainnya

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram