Di era modern ini, konsep "self-care" (perawatan diri) sering dikomersilkan dan menjadi trend yang memisahkan banyak orang dari praktik-praktik sederhana. Aktivitas seperti healing, pijat dan spa dianggap sebagai kemewahan yang hanya bisa diakses segelintir orang. Di satu sisi kegiatan ini memang membutuhkan biaya, di sisi lain, kesibukan sehari-hari juga seringkali menjadi penghalang untuk mempraktikannya. Namun bagi para penggerak/aktivis perempuan yang kerap berhadapan dengan tantangan-tantangan besar, self-care bukan sekedar kemewahan, melainkan kebutuhan.
Penggerak perempuan seringkali menghadapi tantangan unik dalam upaya mereka memperjuangkan keadlian sosial, hak-hak perempuan, keadilan lingkungan dan kesetaraan gender. Semua ini membutuhkan energi fisik dan emosional yang luar biasa besar. Mereka tidak hanya menghadapi tekanan eksternal, seperti kekerasan berbasis gender, stigma, dan penindasan, tetapi juga menghadapi beban internal dari ketidakadilan yang mereka lawan. Self-care menjadi penting untuk memastikan bahwa mereka tetap menjaga kesehatan mental, fisik, dan emosional mereka.
Self-care adalah upaya sadar untuk merawat diri sendiri secara fisik, mental dan emosional. Bagi penggerak perempuan, self-care bukanlah tindakan egois maupun sekedar kemewahan, tetapi kebutuhan essensial untuk menjaga keberlanjutan perjuangan mereka.
Di bawah narasi patriaki, perempuan seringkali diharapkan mengorbankan diri mereka demi orang lain. Praktik self-care adalah bentuk perlawanan terhadap ekspektasi tersebut, di mana mereka mengambil alih kendali atas kesejahteraan mereka sendiri dan menegaskan bahwa kesehatan mereka adalah prioritas.
Meski self-care bersifat individual, keberhasilannya tidak bisa dilepaskan dari dukungan kolektif. Ini lah peran "collective care" (perawatan kolektif) - sebuah pendekatan di mana komunitas saling menjaga kesejahteraan satu sama lain, memperkuat solidaritas, dan berbagi beban. Para penggerak/aktivis perempuan dapat saling menjaga baik secara emosional maupun praktis, dengan berbagi beban dan memberikan dukungan dalam menghadapi tantangan yang berat.
Tanpa self-care dan collective care, gerakan penggerak perempuan berisiko tidak berkelanjutan. Ketika aktivis mengalami burnout, depresi, atau trauma, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh gerakan secara keseluruhan.Terlebih di era digital ini, banyak penggerak/aktivis perempuan menghadapi ancaman kekerasan berbasis gender online (KBGO), seperti pelecehan, doxing, atau ancaman digital lainnya. Collective menjadi penting karena dapat memberikan lingkungan yang aman untuk berbagi pengalaman, membangun rasa kebersamaan, dan memulihkan diri.
Menyadari pentingnya self-care dan collective care, WeSpeakUp.org (WSU) mengadakan kegiatan Puan Bersua(ra) di Yogyakarta pada akhir 2024. Kegiatan ini mengajak 21 orang penggerak perempuan untuk mengambil jeda sesaat dan mengingatkan pentingnya "self-care" dan "collective care" dalam menguatkan gerakan.
Setelah sukses dengan Puan Bersua(ra), di awal 2025, WSU kembali mengajak para penggerak perempuan untuk mempraktikan self-care melalui "Yoga dan Mindfulness". Pada 15 Februari 2025, WSU mengadakan "Yoga and Mindfulness Pop-Up Class", dengan mengajak 14 orang penggerak perempuan yang berada di Jabodetabek, termasuk tim WSU. Selain bertujuan untuk melakukan praktik self-care, kegiatan ini juga sebagai upaya WSU untuk dapat terus terhubung dan melakukan dukungan penguatan kepada komunitas penggerak perempuan.
Di pop-up class ini, WSU menggandeng Dhanny Tantri, seorang instruktur yoga tersertifikasi untuk memandu sesi yoga dan Mila Nuh, praktisi mindfulness yang juga fasilitator di Puan Bersua(ra). Keduanya juga sudah tidak asing dalam kerja-kerja di bidang "development", termasuk berinteraksi dengan komunitas penggerak perubahan.
Sementara itu, mindfulness (kesadaran penuh), mengajak peserta untuk berlatih memusatkan perhatian dan hadir penuh pada momen saat ini, meningkatkan kesadaran akan perasaan, pikiran dan tubuh mereka. Melalui meditasi mindfulness, para penggerak dapat lebih mengenali batasan diri dan merespons kebutuhan pribadi mereka dengan empati.
Kombinasi self-care dan collective care melalui yoga dan mindfulness, menciptakan keseimbangan antara individu dan komunitas, memungkinkan para penggerak perempuan untuk merawat diri sendiri (self-care) sambil tetap terhubung dalam komunitas yang peduli dan mendukung (collective care). Pendekatan holistik ini memungkinkan mereka untuk lebih hadir dan berkontribusi dalam kelompok, sekaligus memastikan keberlanjutan gerakan penggerak perempuan di era modern.
Penulis:
Mathilde Hutagaol
Community Engagement and Learning Specialist, WeSpeakUp.org
Referensi:
1. Chamberlin, L. (2020). From Self Care To Collective Care. International Journal on Human Rights 30. https://sur.conectas.org/en/from-self-care-to-collective-care/
2. Christoper, J.M., et.al. (2006). Teaching Self-Care Through Mindfulness Practices: The Application of Yoga, Meditation, and Qigong to Counsel Training. Humanistic Psychology 46(4): 494-509.
3. Sawyer, H. (2023, Feb 13). Mindfulness: Strategies to implement targeted self-care. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9924360/?utm_source=chatgpt.com