Selain sebagai mahasiswa semester akhir, saat ini Mutia aktif di Komunitas Ruang Pangan - sebuah komunitas yang fokus menghubungkan antara pemilik surplus pangan dengan masyarakat pra-sejahtera di Lampung. Bersama komunitasnya, Mutia melakukan kampanye dan edukasi untuk mengurangi sampah makanan (food waste) bekerja sama dengan coee shops, toko roti dan restoran di Bandar Lampung. Mereka juga membuat kampanye food creative, mengolah sampah makanan, serta mempromosikan sumber-sumber pangan berkelanjutan. Isu food waste menjadi perhatian Mutia karena sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan akan menghasilkan gas metana yang berbahaya dan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca.
“Selama ini kampanye yang saya lakukan lebih banyak offline. Dengan bergabung bersama We Create
Change saya ingin menggali taktik-taktik kampanye online supaya bisa menjangkau lebih banyak
pendukung,” kata Mutia.
Dukung Petisi Mutia: Warga Lampung ingin Ruang Terbuka Hijau yang bisa diakses dengan mudah dan gratis!
Irvandi saat ini aktif sebagai bagian dari Tim Advokasi di Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH) Aceh. Kegelisahan Irvandi akan kondisi lingkungan berawal dari maraknya pertambangan emas dan biji besi di kecamatan tempat tinggalnya yang menyebabkan pencemaran air sungai dan sumber air minum warga. Sungai yang awalnya bagus, banyak ikan dan debit airnya, sekarang tercemar dan tak layak dimi- num. Ikan-ikan pun semakin jarang didapat. Hutan-hutan yang tadinya lebat pun dibuka dan berdampak pada masyarakat setempat. Belum lagi udara yang makin tercemar akibat pembukaan lahan dan alat berat perusahaan yang tak henti lalu lalang. Bersama timnya di P2LH Aceh, Irvandi melakukan pemetaan dan investigasi terhadap masyarakat yang terdampak aktivitas pertambangan, sebagai upaya advokasi penyelamatan lingkungan. Dengan bergabung dalam program We Create Change, Irvandi berharap bisa menggali taktik-taktik dalam menyuarakan kampanyenya agar lebih efektif dan mendapat dukungan publik yang lebih luas.
Dukung Petisi Irvandi: Menggamat Sekarat, Selamatkan Segera!
Nova adalah mahasiswa program Geografi Lingkungan yang aktif mendalami isu tata guna lahan dan pengelolaannya secara berkelanjutan. Kegelisahannya melihat konversi lahan hijau menjadi perkebunan, pertambangan dan pemukiman secara masif, misalnya di Jawa dan Kalimantan, menjadi dorongan kuat baginya untuk berbuat sesuatu.
Saat ini Nova tergabung dalam komunitas GoMuda (Golongan Muda) dimana dia aktif dalam berbagai kegiatan antara lain menanam mangrove, membuat event-event lingkungan, berkampanye di media sosial hingga turun langsung sebagai relawan bencana alam. Nova juga pernah terlibat dalam riset tentang tata guna lahan di wilayah Bantul, serta bergabung dengan organisasi yang bergerak di bidang pengelolaan sampah dalam upaya mengatasi pencemaran dan menjaga reservoir air di daerahnya.
Dukung Petisi Nova: Gubernur Jawa Barat, Stop Pembangunan Jalur Tol Puncak yang Belah Hutan!
Pengalaman Novi mendampingi kelompok petani perempuan di Desa Pulau Raman, Kab. Batanghari, Jambi membuatnya semakin termotivasi untuk terus bersuara tentang keterlibatan perempuan dalam pelestarian lingkungan. Saat ini Novi aktif di Beranda Perempuan, yaitu sebuah komunitas yang berfokus pada pemberdayaan petani perempuan dan pengelolaan pangan berkelanjutan di Jambi. Selain pembukaan lahan sawit yang masif dan berdampak pada pertanian warga, banyaknya penggunaan pestisida oleh masyarakat adalah masalah lingkungan yang jadi kegelisahan Novi. Lewat komunitas petani perempuan yang didampinginya, Novi berupaya mengedukasi warga akan bahaya pestisida dan mendorong pertanian organik.
Selain aktif di organisasi lingkungan, termasuk di komunitas Batanghari Bersih dan Simpul Gambut, Novi juga aktif di sejumlah organisasi kemanusiaan. Bulan Desember 2022, misalnya, bersama banyak pihak, dia memimpin kegiatan panggung amal dan pameran karya penyintas kekerasan di Jambi.
Dukung Petisi Novi: Terbitkan Aturan Kantin Bebas Kemasan Plastik untuk SMA di Kota Jambi
Gilang kini aktif sebagai staf komunikasi dan advokasi di Auriga Nusantara. Salah satu keresahannya adalah soal ketergantungan Indonesia yang masih tinggi terhadap energi batubara. Tahun 2019 Gilang punya pengalaman personal mendampingi warga Winong, Cilacap, korban infeksi saluran pernapasan akut akibat terpapar asap limbah PLTU batubara. Debu dari PLTU menempel di pepohonan, tanah, lantai hingga masuk ke rumah warga. Bertahun-tahun kondisinya begitu, hingga 150 warga kena infeksi nafas.
“Masalahnya sampai 2030 aja, pemerintah masih akan menambah kapasitas PLTU sebesar 13,8 gigawatt. Ini artinya Indonesia akan membangun lebih banyak PLTU dan jumlah warga yang akan terkena infeksi pernapasan juga akan makin banyak,” kata Gilang. Dengan rancangan transisi energi yang sedang dibahas saat ini, Gilang juga mendalami soal co-firing yang wacananya akan dijadikan substitusi PLTU batubara. Dia berharap ada lebih banyak riset dan pembicaraan di publik mengenai isu co-firing ini, karena ia khawatir teknik membakar biomassa yang berupa serbuk gergaji, pelet kayu itu justru mengancam hutan dan menimbulkan emisi. Gilang berharap ada regulasi yang kuat terkait co-firing.
Dukung Petisi Gilang: Ditjen Minerba, Stop Pemberian Izin Tambang di Pulau Kecil
Sebagai warga Sigi, Sulawesi Tengah - yang posisi geografisnya dilalui garis khatulistiwa - Hardi kerap merasakan efek panas ekstrim yang diakibatkan pemanasan global di daerahnya. “Misalnya saat mengikuti mata kuliah di kampus. Walau ruangan sudah dilengkapi fasilitas kipas angin, tapi suhu udara masih terasa sangat panas. Apalagi karena kampus kami masih baru dibangun, belum banyak pohon-pohon besar yang tumbuh. Masih gersang dan belum ada pohon-pohon yang menaungi,” kata Hardi. Itulah sebabnya dia ingin fokus berkampanye menanam pohon untuk menghijaukan kampusnya agar lebih hijau, asri dan nyaman. Hardi meyakini bahwa menyuarakan isu iklim harus dimulai dari lingkungan terdekat, dengan cara merangkul pihak-pihak yang terkait langsung, misalnya pihak kampus, mahasiswa dan warga sekitar. “Kalau suhu kampus sejuk dan nyaman, tentunya mahasiswa bisa efektif belajar,” kata Hardi. Dia juga ingin dapat memanfaatkan jenis-jenis pohon dari bibit tanaman lokal. Lewat pelatihan We Create Change, Hardi ingin punya jaringan lebih luas dan belajar taktik menyuarakan kampanyenya agar mendapatkan banyak dukungan publik. Hardi saat ini tergabung sebagai anggota komunitas Generasi Lestari di Sigi.
Adam saat ini tergabung sebagai staf kampanye dan advokasi di Perkumpulan Elang, di Pekanbaru, Riau. Dalam kesehariannya, Adam banyak melakukan pendampingan warga di sekitar hutan di 2 desa di Kam- pung Dayun, Riau, untuk mendapatkan hak kelola mereka atas hutan, khususnya dalam skema perhutanan sosial. “Supaya bisa menyuarakan hak-hak masyarakat, metode yang saya gunakan yaitu live in atau tinggal langsung bersama mereka. Dengan tinggal bersama mereka, saya bisa tahu apa kebutuhan mereka dan setelah itu saya bisa menyusun strategi komunikasinya agar dapat perhatian oleh pemerintah atau pihak terkait lainnya.” Bersama timnya, Adam saat ini sedang memfasilitasi warga memperjuangkan hutan kemasyarakatan, khususnya dalam mendapatkan legal dokumen sebagai dasar hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan haknya atas tanah. Lewat program We Create Change, Adam ingin memperdalam keterampilannya dalam kampanye digital supaya bisa menyuarakan cerita warga dampingannya dengan lebih efektif.
Dukung Petisi Adam: STOP RELOKASI 16 KAMPUNG TUA YANG BERADA DI REMPANG GALANG
Asisah saat ini tergabung dengan komunitas Green Youth Movement di Makassar, Sulawesi Selatan. Kegelisahan Asisah terhadap isu lingkungan bermula dari banyaknya bencana yang terjadi di daerahnya yang diakibatkan oleh eksploitasi tambang. Sejak itu ia mulai bergabung dengan beberapa komunitas dan organisasi lingkungan untuk berkampanye mengedukasi warga akan dampak yang ditimbulkan tambang.
Salah satu kampanye yang ingin digaungkan oleh Asisah kedepan adalah soal dampak dari krisis iklim terhadap masyarakat di pulau-pulau kecil. Misalnya akibat eksploitasi pasir laut, dia menyaksikan dampak buruk naiknya air laut dan rusaknya pemukiman nelayan dan masyarakat sekitar, dan karena itu Asisah ingin mendesak perusahaan terkait agar bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Bersama dengan koalisi LSM di Makassar, Asisah juga melakukan riset untuk mengumpulkan data sebagai basis melakukan pendekatan dan edukasi terhadap warga pesisir yang terdampak.
Dukung Petisi Asisah: Revisi Perda RTRW No.3 Tahun 2022 Sulsel yang mengancam Nelayan dan Ekosistem Laut!
Saat ini Suci adalah mahasiswa semester akhir di salah satu universitas di Jawa Tengah. Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap pembela lingkungan di Indonesia mengusik perhatian Suci. Sebagai bentuk partisipasi dan dukungannya, dalam tugas akhir kuliahnya, Suci melakukan riset tentang perlindungan terhadap pejuang lingkungan yang mengalami kriminalisasi di daerahnya, di Rembang, Jawa Tengah. “Saya tertarik mendalami soal rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas pertambangan yang tak sesuai AMDAL. Disatu sisi keberadaan tambang mungkin membawa kemajuan, tapi di sisi lain bisa merusak lingkungan apabila praktek operasionalnya mengabaikan lingkungan, kata Suci. Dia merasa sangat terusik, karena daerah Rembang, yang awalnya tidak banjir menjadi sering banjir. Daerah yang awalnya tak kekurangan air bersih jadi kekurangan air bersih karena berkurangnya daerah resapan air. “Pada musim hujan banjir, pada musim kemarau gersang dan tandus,” kata Suci. Itulah mengapa dia menaruh simpati mendalam terhadap pembela lingkungan yang memperjuangkan hak masyarakat akan lingkungan yang sehat.
Keprihatinan Yoman terhadap polusi air laut dan pencemaran hutan bakau dari limbah pasar di daerahnya membawanya aktif berdialog dengan pemerintah daerah setempat di Kabupaten Sikka, NTT. Upaya tersebut ia tempuh untuk mencari solusi pencemaran hutan bakau akibat limbah dari Pasar Wuring di Kelurahan Wolomarang, yang juga merupakan kota tempat tinggalnya. Menurut Yoman, pembangunan pasar tersebut menyalahi aturan Rencana Tata Ruang Wilayah karena dibangun di atas lahan konservasi. Selain itu, pengelolaan pasar yang tidak memadai juga menyebabkan limbah pasar - yang umumnya sampah plastik - dibuang ke pantai dan menghambat pertumbuhan hutan bakau. Belum lagi lingkungan pantai yang menjadi kumuh. Besar harapan Yoman, dengan aksinya bersama komunitas mahasiswa, berupa sosialisasi tentang pencemaran yang terjadi dan dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat, dapat mendorong pemerintah setempat untuk meninjau dan mencabut izin pasar besar yang menyalahi aturan Rencana Tata Ruang Wilayah.