Dilema Popok Sekali Pakai VS Popok Kain

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan popok sekali pakai dan popok kain telah menjadi topik penting dalam diskusi perawatan bayi dan dampak lingkungan, khususnya di antara para orangtua dengan balita. Selain ingin memastikan kenyamanan dan keamanan anak-anaknya, mereka juga dihadapkan pada persoalan efisiensi atau kepraktisan dan dampak lingkungan.

Popok sekali pakai atau diapers, menurut riset World Bank (2017), telah menjadi penyumbang kontributor sampah kedua terbesar yang mencemari lautan setelah sampah organik. Di Indonesia, studi dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) (2017) mencatat setidaknya 3 juta popok bayi bekas pakai mencemari Sungai Brantas, Jawa Timur, setiap harinya. Kondisi pencemaran akibat popok bayi ini juga terjadi di sungai-sungai lain di Indonesia.

Dilema ini yang membawa Viedela, ibu dari seorang anak berusia 3 tahun, memulai kampanye tentang pengurangan popok sekali pakai (pospak). Untuk mendukung kampanyenya, Viedela, yang juga alumni Program We Create Change Vol.2 ini ingin menggali lebih jauh bagaimana preferensi para ibu dalam memilih popok, serta apa hambatan yang mereka hadapi untuk beralih ke popok kain. Upaya mendapatkan informasi ini ia lakukan dengan menggelar sebuah polling atau jajak pendapat secara daring.

Viedela - Alumni Program We Create Change Vol.2

Jajak pendapat ini disebarkan lewat media sosial selama lebih kurang 1 bulan dan diikuti oleh 254 orang, mayoritas berdomisili di 6 provinsi di Pulau Jawa. Peserta survei mayoritas adalah ibu rumah tangga termasuk para ibu pekerja, berusia antara 20-30 tahun, yang sehari-hari terkait langsung dengan penggunaan popok pada balita.

WeSpeakUp.org mendukung Viedela dalam mengolah data polling ini dan menyajikannya dalam konten-konten edukasi publik.

Polling atau jajak pendapat ini bertujuan memberi gambaran singkat atau "snapshot" terkait preferensi publik (dalam hal ini pengguna media sosial) dalam memilih popok dan hambatan yang mereka hadapi untuk beralih ke popok kain. Karena sampel data yang terbatas dan masih berfokus pada pengguna media sosial di pulau Jawa, maka hasil polling ini bisa jadi bias opini warga (urban) pulau Jawa. Polling ini semata-mata untuk tujuan edukasi. Kedepannya kami berharap akan ada kajian yang lebih komprehensif lagi terkait masalah sampah popok ini.

 

Apa saja temuan dari polling ini?

Jajak pendapat ini menemukan mayoritas responden lebih memilih menggunakan popok sekali pakai (pospak). Alasan utamanya adalah faktor praktis dan kemudahan dalam pembuangan. Selain itu, kebiasaan, ketersediaan di pasaran, dan harga yang terjangkau juga menjadi pertimbangan penting bagi para orang tua dalam memilih pospak. Sedangkan yang memilih popok kain, menganggap popok kain lebih ramah lingkungan dan bisa digunakan berulang kali. Popok kain juga dianggap lebih aman untuk kulit bayi serta membantu dalam proses latihan buang air.

 

“Kami sebagai ibu itu lelah banget dengan semua pekerjaan domestik, popok sekali pakai membantu kami mengurangi pekerjaan domestik, dalam hal ini mencuci terlalu banyak. Capek bun. Mungkin beda kalau ibunya dari keluarga kaya pasti pake popok kain karena ada yang nyuciin”.

Staf Organisasi Nirlaba, Banten

 

Hasil polling ini juga menemukan fakta menarik bahwa selain alasan kepraktisan seperti tidak perlu usaha ekstra dalam mencuci, pengguna pospak berpendapat menggunakan pospak membantu kesehatan mental terutama bagi ibu pekerja dan ibu yang memiliki anak lebih dari satu. Sedangkan bagi para pengguna popok kain, meskipun memerlukan lebih banyak usaha, popok kain dapat mengurangi jumlah sampah plastik dan lebih ekonomis dalam jangka panjang karena dapat digunakan berulang kali.

 

Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Salah satu temuan penting dari jajak pendapat ini adalah mayoritas responden menyadari penuh dampak negatif pada lingkungan dari penggunaan pospak. Mereka mengetahui pasti potensi timbulan sampah dari pemakaian pospak, karena mayoritas menggunakan antara 1 hingga 5 pospak dalam sehari, bahkan ada juga yang menggunakan hingga 8 popok per hari.Hal ini menunjukan adanya penggunaan pospak yang cukup tinggi dan berpotensi menghasilkan jumlah sampah yang signifikan setiap harinya.


Ketika para ibu pengguna pospak ditanya apakah mereka tahu cara membuang pospak bekas pakai, ternyata hampir separuh responden pengguna pospak belum mengetahui cara yang benar. Meski mayoritas pengguna pospak membuang limbah pospaknya ke penampungan sampah, namun masih banyak yang membuang tanpa membersihkannya terlebih dahulu. Sedangkan sisanya memilih untuk membakar, mengubur limbah pospak dalam tanah dan membuang ke sungai. Terkait pilihan terakhir ini, berdasarkan hasil penelitian dari UMSIDA, di beberapa daerah masih ditemukan mitos-mitos yang dipercaya jika para ibu membakar pospak bekas pakai, maka akan membuat kulit bayi iritasi, sehingga mereka memilih untuk membuang sampah pospak ke sungai.


Selain dampak lingkungan, aspek kesehatan juga menjadi perhatian utama. Lebih dari setengah responden pengguna pospak menyadari bahwa pemakaian pospak dapat menyebabkan iritasi kulit, infeksi jamur, dan alergi pada bayi. Kandungan bahan kimia dalam pospak menjadi faktor yang memicu terjadinya masalah kulit pada bayi. Hasil kajian dari Ecoton menyebutkan bahwa pospak mengandung 100 persen bahan berbahaya dan beracun (B3), karena di dalamnya mengandung Super Absorben Polimer (SAP) dengan senyawa kimia sodium polyacrylate microplastic, microbeads. Jika dibuang ke sungai, bahan-bahan ini akan pecah dan hanyut menjadi mikroplastik. Belum lagi jika kotoran di pospak tidak dibersihin terlebih dahulu sebelum dibuang, dapat dipastikan kotoran dari pospak dapat mencemari tanah dan sumber air minum dari bakteri E-coli yang dihasilkan.

Meskipun dari hasil polling, terlihat bahwa kesadaran responden akan dampak negatif pospak cukup tinggi, namun masih ada kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan yang diambil. Penggunaan pospak tetap tinggi karena faktor kepraktisan dan harga yang masih terjangkau. Namun, mayoritas responden mengaku sangat ingin beralih ke popok kain walaupun masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Hampir separuh dari responden mengaku masih dihadapkan pada dilema akan usaha dan waktu ekstra yang diperlukan jika menggunakan popok kain. Disisi lain mereka juga ingin berkontribusi dalam mengurangi sampah pospak.

 

Mengubah perilaku pengguna pospak menjadi pengguna popok kain bukan lah hal yang mudah, tetapi bukan juga hal yang mustahil untuk dilakukan. Perlu usaha bersama untuk terus-menerus melakukan kampanye edukasi akan dampak lingkungan dari pospak, dan juga untuk memperkenalkan solusi alternatif seperti memperkenalkan popok kain berkualitas dan layanan cuci popok kain.

Selain itu perlu keterlibatan dari pihak produsen popok sekali pakai dan pemerintah (baik pusat maupun daerah) dalam mengembangkan inovasi pengelolaan sampah popok sekali pakai dan menciptakan insentif penggunaan popok guna ulang atau popok kain.

Kalau kamu ingin membantu kampanye untuk kurangi sampah popok sekali pakai, kamu bisa share konten blog ini atau dukung kampanye yang digalang oleh Viedela di: change.org/gantidenganpopokkain

 

Penulis: Mathilde Hutagaol, Event and Community Engagement Specialist, di WeSpeakUp.org

se other articles

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram