Bekerja sebagai staf Balai Perikanan di Kalimantan Selatan, tidak menyurutkan niat Ziskia Mahrani Aulika untuk mendalami isu kerusakan hutan. Ketertarikan Ziskia terhadap hutan sudah tumbuh sejak duduk di bangku sekolah dasar yang terinpirasi dari tayangan jalan-jalan kehutan di salah satu stasiun TV. Kepeduliannya terhadap perlindungan hutan bertambah ketika kerap menyaksikan kerusakan lingkungan akibat alih fungsi hutan di wilayah tempat tinggalnya di Kalimantan selatan. “Hutan adat saat ini sudah banyak berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan tempat pariwisata yang pada akhirnya memberikan dampak tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal disekitar hutan namun juga fauna yang kehilangan tempat tinggalnya”, ujar Ziskia.

Didorong oleh pengalaman pribadi menyaksikan dampak mengkhawatirkan dari penggundulan hutan, termasuk polusi akibat kebakaran hutan dan kekerasan terhadap masyarakat adat, Ziskia bergabung dengan sukarelawan Hutan itu Indonesia untuk mengkampanyekan jaga hutan secara online. Dari pengabdian sukarelawan ini, juga membawanya untuk menginisiasi terbentuknya komunitas Jagak Himbak. Bersama Jagak Himbak, Ziskia aktif bersuara melalui platform media sosial dan offline yang mengundang partisipasi masyarakat untuk bergabung dalam perjuangan jaga hutan. Visi Ziskia adalah memberdayakan masyarakat agar memiliki suara yang lebih kuat dalam mengatasi tantangan lingkungan dan mengembangkan solusi inovatif untuk konservasi hutan.

Dukung Petisi Zizkia: Stop Aktivitas Perusakan di Kawasan Gunung Meratus

Berangkat dari pengalaman pribadinya sebagai penyintas kasus pelecehan, Nurlaili Husna, yang biasa dipanggil Una berkomitmen untuk memulai gerakan yang memberi dukungan atau support system kepada perempuan dan anak korban kekerasan seksual di Lampung. Dukungan tersebut berupa dukungan mental maupun legal, serta kampanye publik agar penyintas dapat kembali pulih, come back stronger dan lebih berdaya di tengah masyarakat. Apalagi di Lampung, dimana 80% dari korban kasus kekerasan seksual adalah perempuan.

Kampanye publik untuk membangun kesadaran dan narasi dukungan terhadap korban, menurut Una, sangat penting untuk dilakukan. Hal ini terkait dengan fakta bahwa korban masih belum bebas untuk bersuara atau melaporkan pelaku, antara lain karena faktor stigma, dimana korban justru sering disalahkan. Lewat kampanye ini diharapkan publik lebih punya keberpihakan terhadap korban dan tak tinggal diam, bahkan bergerak membantu penyintas saat melihat aksi kekerasan seksual.

Menggunakan platform media sosialnya Una membuat akun @Rumahperak.id untuk membangun kepedulian publik dan wadah bersuara tentang isu kekerasan seksual. Saat ini Una tergabung di Komunitas Nasyiatul Aisyiyah - organisasi dari Muhammadiyah yang khusus mewadahi perempuan-perempuan muda.

Dukung Petisi Una: Masukkan pendidikan kespro di sekolah Lampung

Ummi Kaltsum adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Makassar, yang memiliki keprihatinan terhadap isu intoleransi di lingkungan sekolah. Saat masih dibangku sekolah, ia mengalami sendiri bagaimana pemilihan OSIS di sekolahnya lebih memprioritaskan kandidat yang berasal dari agama tertentu. Bagi Ummi, kepemimpinan seharusnya dinilai dari kemampuan individu dalam mengambil keputusan, memiliki niat yang baik, menjalankan tugas dengan baik, dan kemampuan berkomunikasi dengan baik. Ummi juga menekankan prinsip kesetaraan dan inklusi dalam kepemimpinan, khususnya di kalangan generasi muda.

Selain aktif menyuarakan isu toleransi, Ummi juga aktif dalam berbagai kegiatan, termasuk sebagai Satuan Komunitas Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus, dan Forum yang aktif menyuarakan hak-hak anak , dan aktif menjadi relawan program-program seperti CREATE dan Youth Camp yang diselenggarakan HIVOS dan USAID.

Didorong oleh pengalaman pribadi orang-orang terdekatnya yang menjadi korban dari kasus-kasus pelecehan seksual, Asti begitu ia biasa dipanggil, berkomitmen mempelajari lebih dalam terkait isu-isu gender dan kekerasan seksual. Menurutnya, saat ini bahaya-bahaya ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari terutama di wilayahnya di Purbalingga, dan sering kali melibatkan pelaku yang dekat dengan korban. Keresahannya juga bertambah dengan meningkatnya kasus kenakalan remaja dan perundungan yang semakin tinggi di Purbalingga, sementara layanan sosial dari Dinas Sosial sangat terbatas untuk mengatasi kasus-kasus tersebut.

Menyadari tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman, Asti saat ini aktif menyuarakan kepeduliannya terkait isu kekerasan seksual dan kenakalan remaja di wilayahnya. Peran kolektif masyarakat menurut Asti sangat memegang andil dalam mengatasi kedua masalah tersebut.

Saat ini, Asti aktif berpartisipasi dalam mengadvokasi lingkungan yang lebih aman melalui pemantauan dan pelibatan masyarakat dalam program RT/RW/Desa. Asti juga turut serta menjadi relawan dalam kerja-kerja Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebagai sahabat para saksi dan korban.

Dukung Petisi Asti: Bupati Purbalingga, Adakan Pelatihan bagi TPPK untuk Wujudkan Purbalingga Bebas Kekerasan

Banyak pengalaman pribadi terkait dampak krisis iklim yang dialami Kristitian Jane, yang membawanya bertekad untuk tidak tinggal diam dan aktif mengkampanyekan isu krisis iklim. Salah satu dampak nyata krisis iklim yang dialami Titin, begitu ia biasa disapa, adalah ketika harus menghadapi krisis air bersih akibat dampak kemarau panjang. Pengalaman gagal panen yang kerap terjadi terus menyisakan pengalaman buruk bagi warga Ende Lio khususnya sebagian keluarganya yang bertani.

Bagi Titin yang lahir dan besar di NTT, krisis iklim juga memberikan dampak yang luar biasa bagi perempuan, seperti rawan pangan, kesehatan, dan akses air bersih. Oleh sebab itu, sebagai penyiar radio di Ende, Titin aktif menggunakan platformnya untuk mengkampanyekan isu krisis iklim dengan mendorong kerjasama warga muda dalam komunitas Koalisi KOPI "Kelompok Orang Muda Peduli Iklim”. Bersama komunitasnya Titin dan teman-temannya berkampanye melalui diskusi lingkungan yang dikemas melalui stand-up comedy, pembacaan puisi, live music, dan pameran seni dan film.

Dedikasinya terhadap isu iklim juga melampaui batas-batas lokal, di tahun 2023, Titin mewakili suara-suara dari Timur untuk berpartisipasi dalam Pekan Iklim Asia Pasifik (Asian Pacific Climate Week) di Johor, Malaysia. Titin berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran akan dampak krisis iklim, termasuk mendorong pendidikan bagi perempuan di Ende dalam upaya menghadapi dampak krisis iklim.

Dukung Petisi Titin: Selamatkan Pangan Lokal dan Isu Perubahan Iklim di Ende

Saat ini, Sutami Amin bekerja sebagai staf program di Pusaka Bentala, sebuah LSM yang banyak melakukan kerja dan dan advokasi terhadap hak-hak masyarakat adat di Papua. Pengalaman Sutami bekerja di Papua membawanya lebih dekat kepada permasalahan yang banyak dihadapi masyarakat adat Papua, salah satunya adalah perampasan tanah adat. “Hal ini banyak kaitannya dengan perubahan luar biasa masyarakat adat menjadi buruh upahan. Banyak tanah adat yang digusur menjadi perkebunan kelapa sawit atau pertambangan yang memaksa masyarakat beralih mata pencaharian”, ujar Sutami. Dia juga sangat termotivasi oleh upaya-upaya pengakuan hak-hak masyarakat adat dan kemampuan masyarakat adat untuk berbagai pengetahuan dengan komunitas lain.

Melalui kerja bersama Pusaka Bentala, Sutami berpartisipasi aktif melakukan penelitian dan pendidikan kritis bersama masyarakat adat Papua. Sutami yang setahun terakhir juga aktif sebagai peneliti tamu di Agrarian Resource Center, menyakini bahwa masalah perampasan tanah menjadi isu krusial. Oleh karena itu, penguatan kesadaran, mengungkapkan kerugian, mengakui pengalaman eksploitasi dan advokasi masyarakat adat dan buruh menjadi tidak terelakkan. Terkait hal terakhir, Sutami juga memutuskan untuk bergabung dengan Partai Buruh untuk memaksimalkan komitmennya dalam mengadvokasi hak-hak buruh dari perspektif kelas pekerja.

Dukung Petisi Sutami: Berhenti Rampas Tanah Adat Awyu

Stevi Rasinta Papuling, seorang aktivis yang peduli terhadap isu-isu kerusakan lingkungan akibat pertambangan, khususnya di Kabupaten Morowali Utara. Dalam perjuangannya, Stevi menjalani peran sebagai community organizer di Yayasan Tanah Merdeka dan telah berhasil mengorganisir tiga desa di Sulawesi Tengah. Ia dengan gigih mengangkat permasalahan polusi udara dan eksploitasi laut yang dilakukan oleh perusahaan tambang, yang telah merampas hak-hak masyarakat nelayan dan merugikan sumber-sumber mata pencaharian mereka. Tidak hanya itu, Stevi juga aktif berkolaborasi dengan aliansi solidaritas petani untuk melawan izin usaha pertambangan yang merugikan masyarakat. Walaupun dalam perjalanan mereka mengalami insiden tragis yang merenggut korban jiwa, Stevi dan aliansi tidak menyerah dan tetap memperjuangkan keadilan dan perlindungan lingkungan.

Selain fokus pada dampak pertambangan, Stevi juga memiliki semangat untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan. Hal ini bertolak dari pengalamannya di tingkat tapak dimana seringkali suara perempuan kurang terwakili saat menghadapi krisis air yang disebabkan oleh aktivitas tambang.

Dukung Petisi Stevi: Selamatkan Ruang Hidup Desa Towara Dari Pencemaran Tambang Nikel

Muhammad Sabilal Muhajirin yang akrab disapa Sabil mempunyai kekhawatiran besar terhadap perilaku konsumtif individu dan dampak ekologis yang ditimbulkan. Menyadari kontribusi signifikan setiap orang terhadap emisi karbon, Sabil ingin mengambil peran dalam upaya meningkatkan kesadaran publik mengenai konsumsi yang bertanggung jawab, dengan menekankan pengaruh pilihan konsumen pada rantai pasokan makanan.

Sabil saat ini bekerja sebagai staf Kemahasiswaan di Universitas Indonesia. Dengan latar belakang Manajemen Hutan di Fakultas Kehutanan, IPB University. Sabil memulai aksinya dengan melakukan penelitian berbasis intervensi tentang pola konsumsi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dan mengenalkan konsep "Diet Rendah Karbon/Low Carbon Diet (LCD)". Sabil membayangkan upaya ini dapat mengubah rantai makanan yang lebih mengerucut di masa depan, yang mengarah pada ketahanan pangan perkotaan dan kebun masyarakat. Meskipun mengakui bahwa jalan yang harus ditempuh masih panjang untuk menyebarluaskan ide diet rendah karbon ini, Sabil menekankan pentingnya peran tokoh-tokoh kunci untuk membantunya mempromosikan wacana ini, antara lain melalui para food blogger dan konten kreator.

Dukung Petisi Sabil: Batasi Produk Impor dengan Naikkan Cukai untuk Kurangi Emisi Karbon

Melihat kurangnya aksi dan belum adanya regulasi yang jelas soal pengelolaan sampah di Kota Mataram, Baiq Rosdiana Susanti memfokuskan kampanyenya pada isu waste management, khususnya pemilahan sampah. Ros, begitu ia biasa disapa, menyayangkan pantai-pantai di NTB jadi tercemar karena kurangnya perhatian pemerintah dan minimnya kesadaran masyarakat mengelola sampah.

“Secara pribadi, saya sudah berupaya mengurangi penggunaan plastik, belanja dengan tas kain, mengurangi penggunaan pembalut sekali pakai dan selalu bawa wadah makan sendiri,”kata Ros. Meski demikian, gerakannya masih berfokus pada individu dan jangkauannya belum masif jika dibandingkan gerakan yang sistemik dan diperkuat oleh regulasi kebijakan. Oleh karena itu Ros berharap kampanyenya nanti akan berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat.

Ros adalah content writers dan ilustrator freelance untuk branding brand. Sebagai writers dan ilustrator ia ingin membangun brand sebagai content creator terkait isu iklim, perempuan dan perdamaian. Ros ingin berkontribusi menyuarakan cerita-cerita inspiratif dari perempuan penggerak perubahan dan local heroes akar rumput di NTB. Selain tergabung di komunitas Duta Damai (dibawah BNPT RI) sebagai koordinator blogger, Ros juga tergabung di komunitas Puan Menulis, serta saat ini sedang merintis komunitas kecil literasi dan belajar lingkungan bernama Klub Buku Mataram.

Dukung Petisi Ros: Galakkan Sosialisasi Warga Kota Mataram Pilah Sampah Dari rumah!

Meskipun baru lulus SMA, Rikasmir telah aktif sebagai operator bank sampah dan relawan di SD dan SMP untuk pendidikan lingkungan. Ia memiliki fokus minat pada pengelolaan sampah plastik sekali pakai. Terlahir di desa yang belum memiliki fasilitas pembuangan sampah, Rikas prihatin melihat sungai yang jadi selalu jadi tempat pembuangan akhir sampah warga. Tak tinggal diam, Rikas kemudian melihat kesempatan untuk magang dan belajar lebih banyak tentang lingkungan yang sehat di Sanggar Hijau Indonesia di Jombang. Di sana, Rikas juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam membuat ecobrick dari sampah plastik dan menjadi operator bank sampah terpilah.

Selain itu Rikas juga aktif sebagai fasilitator memberikan materi pembuatan ecobrick dan kompos dari residu dapur, dengan peserta murid dari sekolah-sekolah dan ibu-ibu PKK. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong pengelolaan sampah plastik sekali pakai di tingkat tapak. Dari ecobrick yang dihasilkannya, Rikas berharap bisa membangun kantor untuk dapat terus mengembangkan kegiatan ini di masa datang.

Dukung Petisi Rikasmir: Ayo Pilah Sampah Organik Sejak dari Dapur

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram